Jumat, 28 Oktober 2011

Tugas Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (tentang asas asas dalam peradilan administrasi negara)

  • Berikut Adalah Asas asas yang berkaitan dengan peradilan administrasi negara : 
  • “Asas praduga rechtmatig (benar menurut hukum, presumptio iustea causa), asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986);
  • “Asas pembuktian bebas”. Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentun Pasal 100;
  • ”Asas keaktifan hakim (dominus litis)”. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)
  • ”Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)”. Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa;
  • dan asas-asas peradilan lainnya, mislny : asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, obyektif.
  • “Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)”, para pihak mempunyai kedudukan yang sama;
  • “Asas kesatuan beracara” (dalam perkara yang sejenis);
  • “Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas” (Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004);
  • “Asas sidang terbuka untuk umum”~putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 70 UU PTUN);
  • “Asas pengadilan berjenjang” (tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK (MA);
  • “Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)”, sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN);
  • “Asas obyektivitas”, lihat Pasal 78 dan 79 UU PTUN).
  • Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Asas-asas dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut :
1.      Asas Praduga rechtmatig , yang mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap benar rechtmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara yang digugat ;

2.      Asas Pembuktian Bebas Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut Pasal 107 UU 5/1986,  kemudian dibatasi dengan ketentuan pada Pasal 100 UU5/1986;

3.      Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ), keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tentu menguasai betul peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan dan atau dasar dikeluarkan keputusan yang digugat, sedangkan pihak Penggugat adalah orang perorang atau badan hukum perdata yang dalam posisi lemah, karena belum tentu mereka mengetahui betul peraturan perundang-undangan yang dijadikan sumber untuk dikeluarkannya keputusan yang digugat;

4.      Asas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan mengikat ( erga omnes ) , Sengkata TUN adalah sengketa diranah hukum public, yang tentu akibat hukum yang timbul dari putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan mengikat tidak hanya para pihak yang bersengketa namun berdasarkan asas putusan tersebut akan mengikat siapa saja.

Kamis, 27 Oktober 2011

Hidup Itu Apa Adanya ? Bukan Ada Apa-Apanya !

Kisah ini  berawal dari sebuah pengalaman hidup saya , dimana orang selalu ingin tampil sempurna dan terkadang melupakan keadaan dan status sosialnya contohnya saja mengaku dirinya sempurna namun padahal tidak,hal ini tentunya akan menjadi beban hidup bagi si orang tersebut dan otomatis membuat hidup orang tersebut tidak tenang dan selalu berselimut dengan ketidak percayaan dirinya,karena di tuntut untuk terus menjadi diri orang lain yang dianggapnya sempurna. selain itu ia juga  menganggap tampil sempurna dan baik di depan orang lain itu penting padahal secara tidak sengaja ia telah melakukan pembodohan publik dan membohongi lingkungan sekitarnya.

maka dari hal ini dapat di tarik kesimpulan, bahwa jadilah diri anda sendiri meskipun itu buruk sehingga pada nantinya anda tidak akan kecewa jika suatu saat nanti  orang yang anda bohongi dengan kelakuan anda itu akan sadar dan kemudian akan menjauhi anda atau pergi meninggalkan anda .

Salah Satu Contoh Kasus Dugaan Penyelewengan Pajak

KASUS DUGAAN PENYELEWENGAN PAJAK  YANG DILAKUKAN OLEH PT ANCORA MINNING SERVICE...

Ancora Diadukan ke Ditjen Pajak Karena Dugaan Penyelewengan
Senin, 10/01/2011 14:55 WIB
Jakarta - PT Ancora Mining Service diduga melakukan penyelewengan pajak. Perusahaan tambang ini diadukan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Laporan ini dilakukan karena perusahaan ini diduga sewenang-wenang karena dimiliki oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan.
"Komitmen Presiden SBY untuk menjalankan pemerintahan yang bersih pun sebaiknya dibuktikan, bukan cuma jadi alat pencitraan," ujar Juru Bicara Forum Masyarakat Peduli Keadilan, Yosef Rizal di kantor Pusat Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (11/1/2011).
Laporan itu dilakukan terkait beredarnya dokumen dugaan penyelewengan pajak yang dilakukan PT Ancora Mining Service.
Dalam dokumen laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan modal yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008 ditemukan berbagai kejanggalan sehingga aparat pajak perlu menelusuri jumlah potensi kerugian negara yang diakibatkan perusahaan tersebut. Yaitu dengan cara menghindari pembayaran pajak.
"Kuat dugaan, tindakan manipulasi laporan keuangan tersebut tidak terjadi sekali. Selain itu, tindakan serupa juga diduga dilakukan di sejumlah perusahaan grup Ancora yang menjamur ketika Gita menduduki posisi Kepala BKPM," tegas Yosef Rizal.
Lebih lanjut Yosef Rizal menjelaskan, kejanggalan dalam dokumen neraca PT Ancora Mining Service per tanggal 31 Desember 2008 itu antara lain ,tidak terdapat pergerakan investasi atau tidak ada kegiatan investasi. Tetapi dalam laporan laba rugi tahun buku yang sama, perusahaan tersebut malah membukukan penghasilan Rp 34.942.600.000.
"Di neraca yang sama, PT Ancora Mining Service mengaku tidak memiliki utang, namun anehnya dalam laporan laba rugi ditemukan pembayaran bunga sebesar Rp 18.346.170.191," ujar Yosef.
Dikatakan Yosef, pada laporan fiskal per tanggal 31 Desember 2008 ditemukan bukti pemotongan pajak senilai Rp 5.331.840.000 dari sebuah perusahaan. Tetapi tidak ada kejelasan atas transaksi apa pemotongan pajak tersebut dilakukan. "Akan muncul pertanyaan, apakah potongan tersebut sudah benar-benar disetorkan?" jelasnya.
Yosef mendesak agar aparat pemeriksa pajak dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa sebuah perusahaan tambang Middle East Coal (MEC) yang berbasis di Singapura dan Jakarta. MEC diketahui telah menyumbang dana sebesar 500 ribu dolar AS kepada Yayasan Ancora yang didirikan Gita Wirjawan.
Berdasarkan surat PT Bank Mandiri kepada Middle East Coal Pte Ltd No: 4 Sp.JWM/1426/2009 tertanggal 15 Desember 2009 tentang penjelasan 'Transaksi Transfer Valuta Asing to Ancora' jelas terlihat adanya transfer sebesar US$ 500.000 dari Middle East Company ke Yayasan Ancora.
"Perintah transfer ke Yayasan Ancora itu sendiri telah terjadi pada tanggal 27 November 2009, sebagaimana terlihat pada bukti telex Single Transaction Credit Master," ujarnya.
Pada bukti telex dengan sender's reference ':20:0912208002130802' itu, terlihat transfer terjadi pada tanggal 27 November 2009 senilai US$ 500.000 dari Middle East Indonesia beralamat di Sudirman Plaza-Plaza Marein Lt.20 Jalan Jenderal Sudirman Kav 76-78, dengan benerficiary customer (penerima kiriman dana) adalah Yayasan Ancora/Ancora Foundation. Juga dijelaskan melalui telex itu mengenai remittance information: MEC Sponsorship for Indonesia Pintar Program.
Menurut Yosef Rizal, sumbangan itu mencurigakan karena selain tidak pernah dilaporkan pajak penerimaannya oleh yayasan bersangkutan, juga dinilai sarat kepentingan. Diduga hal ini terkait posisi Gita sebagai Kepala BKPM dan MEC yang memperoleh konsesi tambang di Kalimantan Timur.
"Sebagai perusahaan multinasional, MEC punya yayasan sejenis dengan Yayasan Ancora. Kenapa harus menyumbang ke Ancora, bukan diberikan ke yayasan sendiri. Apalagi jika uang tersebut dapat digunakan untuk kepentingan rakyat di sekitar tambang. Ada motif apa ini?" tanya Yosef Rizal.
Menurutnya, PT MEC yang memiliki investasi tambang di Kaltim, sebelum menyetor dana sponsor kepada Yayasan Ancora, juga telah menyetor dana sponsorship sebesar US$ 110.000 kepada PT Ancora Sports. Dana sponsorship itu dalam rangka pertandingan Golf President Cup yang digelar pada bulan Juli 2009, sebelum Gita menjabat Kepala BKPM.
"Kita mencium gelagat tidak baik dari keanehan laporan keuangan dan transaksi tersebut. Jangan sampai ada motif dagang, suap, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya di balik itu semua," tegasnya.

Inilah Prioritas Panja Pajak Komisi III
INILAH.COM, Jakarta, - Ketua Panja Mafia Pajak Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy memastikan akan memproses kasus dugaan penyelewengan pajak yang dilakukan PT Ancora Mining Service (AMS). Hal itu dilakukan setelah panja memproses kasus Gayus Tambunan.
"Semua laporan akan ditindaklanjuti, termasuk kasus Ancora. Kita sudah susun semua jadwalnya, kita kan harus ada skala prioritas," ungkap Tjatur Sapto Edy kepada wartawan, Selasa (1/2/2011).
Dia menegaskan, Panja akan melakukan pemeriksaan secara intensif agar semua pihak yang terkait ikut diusut, Sebab, belajar dari pengalaman sebelumnya, ada pihak-pihak yang diusut tapi ada juga yang tidak diusut.
"Kita akan memulai dengan memangggil Pak Ito (Komjen Ito Sumardi) ke Panja," ungkapnya.
Menurut Tjatur, Panja akan bekerja hingga April 2011, sehingga selama tiga bulan ke depan semua pihak-pihak yang terkait akan dipanggil untuk dimintai keterangannya. Termasuk pejabat negara seperti Kepala BKPM Gita Wiryawan juga akan dipanggil terkait kasus Ancora.
"DPR kan punya upaya seperti dijamin konstitusi untuk memanggil para pejabat negara yang terkait kasus pajak. Kalau ada yang dipanggil tidak hadir, nanti akan ada upaya untuk menghadirkan. Kan DPR punya kemampuan untuk memanggil paksa, karena DPR punya hak untuk itu yang dijamin konstitusi," paparnya.
Setelah pemanggilan dan pemeriksaan selesai, kata dia, sekitar awal April atau akhir Maret, Panja akan memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada lembaga penegak hukum, terutama jika terkait kasus pidana.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK), Yosef Rizal menyambut baik rencana Panja memanggil Gita dalam kasus Ancora. Menurutnya, kasus ini sebetulnya tidak rumit jika pihak berwenang seperti Ditjen Pajak mau menyelidiki laporan keuangan Ancora.
"Jika berniat serius tidak sulit, karena banyak kejanggalan dalam laporan keuangan Ancora. Berdasarkan data yang kami telusuri, diduga kuat Ancora melakukan praktik pembukuan ganda. Selain itu, modus ini juga ditengarai dilakukan di perusahaan dalam group Ancora lainnya. Ini jelas pelanggaran hukum," ungkap Yosef.
Mengomentari pernyataan Gita yang menyatakan dirinya sudah melimpahkan wewenang di Ancora, Yosef menegaskan, Gita tidak bisa begitu saja lepas tangan dari kasus ini.
"Menurut informasi yang saya dapatkan, kira-kira dua sebelum dia dilantik sebagai Kepala BKPM, dia mengundurkan diri. Jadi, sekitar 20 Oktober 2009 dia mengundurkan diri. Sementara kasus pajak Ancora itu terjadi saat 2008, berarti dia masih menjabat pimpinan Ancora. Jadi dia tidak bisa lepas tangan," beber Yosef.
Anehnya lagi, ungkapnya lebih lanjut, AMS dilikuidasi sejak 27 Januari 2010 sebagaimana dilaporkan ke Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Ham.
"Ini menimbulkan pertanyaan yang cukup besar, kenapa perusahaan yang menurut laporan keuangan internalnya membukukan keuntungan cukup besar tapi tiba tiba ditutup. Ini sangat janggal. Jangan-jangan ini bagian dari skenario dia untuk menutupi borok-borok dia di masa lalu. Ini patut dicurigai sebagai upaya menghilangkan jejak hitam dan keborokan," tandasnya.

Dugaan Manipulasi Pajak: Meski Disorot, Ancora Group Terus Ekspansi
Rabu, 19 Januari 2011
JAKARTA (Suara Karya): Kiprah Ancora Group makin menjadi sorotan banyak kalangan. Dugaan kasus manipulasi pajak oleh salah satu anak perusahaan ternyata tidak menyurutkan ekspansi Ancora Group.
Perusahaan multinasional milik Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita I Wirjawan ini diketahui terus melakukan pengembangan usaha yang cukup signifikan. Meski terindikasi melakukan penyelewengan kasus pajak, anak usaha Ancora Group justru terus bertambah.
"Dalam kurun waktu 2009-2010 saja, Ancora Group memiliki puluhan anak perusahaan. Jumlah ini cukup fantastis untuk seukuran perusahaan yang baru tiga tahun ini go public (melantai di Bursa Efek Indonesia)," kata pengamat pasar modal Yanuar Rizky kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/1).
PT Ancora Indonesia Resources diketahui baru terdaftar di BEI sejak medio 2008. Proses pencatatan saham dinyatakan bermasalah, sehingga mendapatkan sanksi dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam-LK).
"Menurut catatan saya, Ancora ini terdaftar di bursa efek melalui proses yang tidak benar. Jadi mengakuisisi perusahaan di bursa efek untuk kemudian menggunakan hasil penjualan sahamnya untuk membeli saham anak usahanya sendiri," ujarnya.
Hal ini yang dinilai oleh Bapepam-LK sebagai pelanggaran serius. Hingga akhirnya Ancora Resources yang terdaftar dengan kode OKAS harus membayar denda sekitar Rp 1 miliar. Rekam jejak Ancora sebenarnya tidak terlalu bagus dari sisi manajemen. Dalam bisnis portofolio, beberapa kali perusahaan ini melanggar aturan pasar modal.
"Pada right issue (penawaran saham lanjutan) pertama, mereka didenda Bapepam karena terindikasi melakukan ekspansi yang menimbulkan benturan kepentingan. Saya dengar di right issue yang kedua nanti, akrobat semacam ini akan dilakukannya lagi," ujar Yanuar.
Dengan performa seperti ini, sulit bagi perusahaan untuk menghindari penilaian negatif masyarakat, terutama kalangan investor. Apalagi, pemilik saham kelompok usaha Ancora merupakan investor asing yang dikenal mengedepankan manajemen perusahaan yang baik.
"Melalui jaringan multicapital investment, Ancora banyak menyerap dana asing dalam postur kepemilikan saham di beberapa anak perusahaan. Syaratnya tentu perusahaan harus bankable dan tidak melanggar aturan. Namun, sekarang potensi penggelapan pajak sudah di depan mata," tutur Yanuar.
Permainan pajak seperti ini tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh anak perusahaan Ancora Group lainnya. Peluangnya cukup besar, mengingat pola pengawasan untuk wajib pajak swasta masih mengandalkan sistem penilaian sendiri (self assesment).
Sejak didirikan pada 2004 di bawah kendali Gita Wirjawan, Ancora Group terus mengembangkan bisnisnya. Lahan bisnis yang profit, seperti energi dan pertambangan, investasi dan keuangan, pelayaran, properti, dan telekomunikasi, terus dijajaki dengan membentuk beberapa anak perusahaan baru.
Dalam strategi bisnisnya, Ancora kerap mengakuisisi saham perusahaan-perusahaan yang dinilai prospektif. Ekspansi semacam ini sering menimbulkan masalah, karena prosesnya banyak menabrak aturan yang berlaku.
Sebelumnya, Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) melaporkan dugaan penyelewengan pajak Ancora Mining Service ke Ditjen Pajak Kementeriaan Keuangan. Juru bicara FMPK Yosef Rizal mengatakan, laporan keuangan Ancora yang berakhir pada 31 Desember 2008 memiliki beberapa kejanggalan, sehingga aparat pajak perlu menelusuri potensi kerugiannya.
Kejanggalan tersebut antara lain tiadanya kegiatan investasi, namun terdapat penghasilan Rp 34 miliar. Meski tidak memiliki utang, namun ada pembayaran bunga Rp 18 miliar. Bahkan ditemukan bukti pemotongan pajak Rp 5 miliar, namun tidak ada kejelasan atas transaksinya itu.

Dugaan Penyelewengan Pajak, KPK Mesti Usut Tuntas Ancora
Tuesday, January 11, 2011, 16:45
Nyali Ketua KPK Busro Muqoddas makin ditantang. Kali ini, Busro diminta mengusut tuntas dugaan penggelapan pajak PT Ancora Mining Service (AMS), sebuah yayasan milik Gita Wiryawan Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
TANTANGAN itu berasal dari Ekonom UGM Ichasanuddin Noersy. Menurut dia, KPK harus membuktikan janjinya untuk tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. "Ini momentum buat KPK yang dipimpin oleh Busro Muqoddas untuk membuktikan janjinya bahwa KPK tidak tebang pilih dan punya komitmen kuat memberantas mafia pajak tidak pandang bulu, walau pun kita tahu Ancora itu punya Kepala BKPM Gita Wiryawan," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/1/2010).
Presiden SBY, dijelaskan Noersy, juga mesti mengambil langkah tegas, apabila indikasi dugaan penyelewengan pajak Ancora terbukti benar, karena telah melibatkan pejabat negara. Selanjutnya, penyelenggara negara lain seperti Ditjen Pajak, PPATK, dan KPK diminta bersinergis mengupayakan pengusutan kasus ini hingga tuntas.
Menurut Noersy, agar kasus ini bisa diungkap terang-benderang, manajemen penuntasan hukumnya harus bebar-benar didasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan yang lebih terorganisir dengan baik (disclosure principles of organized). "Jika kasus ini terbukti memiliki indikasi kuat, segera konstruksikan pengungkapan kasus ini secara obyektif. Jika tidak terbukti, ungkapkan juga dengan konstruksi hukum yang benar, agar masyarakat yakin dan percaya pejabat negara itu memang tidak terbukti bersalah," tegas dia.
Dikatakan dia, meskipun Gita Wiryawan membantah tudingan penggelapan pajak oleh Ancora, upaya pengusutan harus tetap dilakukan. Langkah ini, sambung dia, sangat perlu guna menghindari adanya peluang bagi siapa pun menarik kasus tersebut ke wilayah politik. "Jangan kasus ini dibiarkan atau menunggu lama, sehingga memicu peluang bagi siapa pun memanfaatkan kasus ini secara politik. Cukup kasus Gayus menjadi pelajaran bagi degradatifnya kredibilitas penegakan hukum kita," urainya.
Karena itu, Bambang berharap agar Presiden SBY segera mengambil tindakan tegas guna menyelamatkan keruntuhan pemerintahannya. "SBY harus segera bertindak, agar kasus Gayus yang menurut saya sudah susah diungkap, tidak terulang kembali," katanya.
Sementara itu, Achsanul Qosasih, Wakil Ketua Komisi XI DPR yang membawahi Direktorat Perpajakan menilai dugaan penyelewengan Ancora perlu ditindaklanjuti. "Tidak peduli pejabat mana yang ada di balik penyelewengan ini, kalau ada data dan fakta maka Dirjen Pajak harus segera mendalami. Ini sesuai dengan komitmen kami di Komisi XI dengan Dirjen Pajak untuk mewujudkan penyelenggaraan perpajakan yang bersih dan transparan," tegasnya.
Dia menguraikan, jika Ancora terbukti menerima dana guna memuluskan investasi tambang di Kaltim, DPR akan segera memanggil pejabat terkait. "Kalau benar hal itu terjadi, saya pikir rekan-rekan di DPR siap untuk memanggil dan memintai keterangan kepada yang bersangkutan," tegas Qosasih.
Mencuatnya kasus ini berawal dari beredarnya dokumen laporan keuangan AMS tertanggal 31 Desember 2008. Dari laporan tersebut terungkap, AMS memperoleh penghasilan sebesar Rp 34,5 miliar. Padahal, tidak ada pergerakan investasi untuk periode itu. Bahkan, ditemukan pula bukti pembayaran bunga senilai Rp 18 miliar, meskipun perusahaan mengaku tidak memiliki hutang. Perusahaan juga menyebutkan memiliki piutang senilai Rp 5,3 miliar, tanpa didukung keterangan yang jelas.

Dugaan Penyelewengan Pajak Ancora, Pejabat Publik Cenderung Abaikan Kewajiban
Thursday, January 13, 2011, 11:53
Pejabat publik dinilai cenderung menghindari kewajibannya dengan menggunakan kewenangan yang melekat padanya. Sehingga, jika ada kecurigaan terhadap seorang pejabat publik, hal itu harus segera ditelusuri. Jika terbukti melanggar kewajibannya, harus dijatuhi hukuman yang lebih berat.
HAL tersebut disampaikan Pengamat Ekonomi UGM Sri Adiningsing kepada wartawan, Kamis (13/1/2001), menanggapi dugaan penyelewengan pajak PT Ancora Mining Service (AMS) milik Gita Wirjawan, Kepala BKPM. Menurut Sri, sebagai pejabat publik, Gita semestinya memberikan contoh yang baik.
"Pejabat itu kan teladan, kalau pejabatnya saja begitu, bagaimana dengan orang yang bukan pejabat?" tandasnya.
Sri memastikan, kalau pejabat publik tidak memberikan contoh yang baik, itu akan membuat pemberantasan korupsi semakin sulit diatasi. Untuk itu, ia menyarankan, pihak-pihak yang terkait segera bekerjasama untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Pemberantasan korupsi akan menjadi tidak mungkin dilakukan apabila pejabat juga termasuk di dalamnya," tambah dia.
Namun, ia mengakui, fenomena pejabat publik tidak memenuhi kewajibannya masih cukup tinggi. Bahkan, kasus Ancora bisa diibaratkan sebagai fenomena gunung es.
"Saya kira yang namanya KKN ataupun penggelapan pajak memang cenderung ibarat fenomena gunung es. Sebagai salah satu negara terkorup di dunia, hal itu memang sangat masuk akal terjadi," imbuhnya.
Karena itu, Sri menganjurkan pemberian hukuman yang lebih berat terhadap pejabat publik yang terbukti melakukan penyimpangan. Hal ini, menurut Sri, akan membuat pemberantasan korupsi akan lebih mudah sekaligus memberikan contoh yang baik bagi warga negara lainnya.
"Kalau AMS terbukti melakukan penyimpangan, hukumannya harus lebih berat dari yang lain," kata Sri.
Pada bagian lain, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasih yang membawahi Direktorat Perpajakan, menilai dugaan penyelewengan ini perlu untuk ditindaklanjuti. "Tidak peduli pejabat mana yang ada di balik penyelewengan ini, kalau ada data dan fakta maka Dirjen Pajak harus segera mendalami. Ini sesuai dengan komitmen kami di Komisi XI dengan Dirjen Pajak untuk mewujudkan penyelenggaraan perpajakan yang bersih dan transparan," ujarnya.
Apabila yayasan milik Gita terbukti menerima dana guna memuluskan investasi tambang di Kaltim, maka DPR tidak segan untuk memanggil pejabat terkait. "Pihak-pihak terkait diharapkan mendalami laporan itu agar tidak menjadi bias. Kalau benar hal itu terjadi, saya pikir rekan-rekan di DPR siap untuk memanggil dan memintai keterangan kepada yang bersangkutan," tegas politisi Partai Demokrat ini kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, PT AMS yang bergerak di bidang penyedia sarana pendukung pertambangan, diduga menyelewengkan pajak dan melakukan transaksi mencurigakan. Dugaan ini dilaporkan telah Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) kepada Ditjen Pajak.
"Dari dokumen per 31 Desember 2008, laporan keuangan AMS kami nilai banyak memiliki kejanggalan dan terindikasi adanya unsur penggelapan pajak. Maka dari itu kami laporkan hal ini ke Ditjen Pajak untuk segera diselidiki," ujar koordinator FMPK, Yosef Rizal.
Dari dokumen tersebut, ditemukan beberapa nominal yang sangat mencurigakan. Salah satunya dari laporan laba-rugi diketahui, perusahaan memperoleh pemasukan sebesar Rp 34,9 miliar lebih. Padahal AMS tidak mencatatkan adanya pergerakan investasi. Keganjilan lainnya adalah adanya bukti pemotongan pajak senilai Rp 5,3 miliar dari sebuah perusahaan tanpa disertai keterangan penjelasan.
"Nilai sebesar ini pasti memunculkan kecurigaan, benar atau tidak uang sebanyak itu telah disetorkan," tambah Rizal.
"Bukan hanya pengemplangan pajak, kami juga melaporkan dugaan transfer pricing di balik pemberian sumbangan tidak wajar oleh Middle East Coal (MEC), salah satu perusahaan tambang asing sebesar 500.000 dolar AS dan 110.000 dolar AS. Masing-masing kepada Ancora Foundation dan Ancora Sport," imbuh Yosef Rizal memaparkan.
Meskipun sempat menampik tudingan keterlibatannya dalam kasus ini, Gita Wirjawan sebagai pemilik Ancora Group tidak banyak menyangkal. "Silakan dicek sendiri ke pihak perusahaan," begitu ujar pria lulusan Harvard University ini dengan nada agak kesal.

-------------------
Semakin lama issue reshuffle dan perombakan Setgab berjalan, semakin banyak yang bakal menggoreng masalah ini kesana-kemari. Menarik pula adanya dugaan kemungkinan keterkaitan kasus Angket Pajak itu dengan kepentingan bisnis Ancora yang disebut-sebut ada hubungannya dengan kepentingan Istana itu.

Makalah Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group


BAB I
PENDAHULUAN



A.Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sumber penerimaan  Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak  maupun menggali sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya yang dilakukan belum menunjukkan perubahan yang signifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian  Agri Group yang telah terungkap namun belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.


BAB II
RUMUSAN MASALAH


1.Siapakah Pemilik dari PT.Asian Agri Group ?
2.Berapakah Kerugian Negara yang di Derita Akibat dari Penggelapan Pajak yang  
   dilakukan Oleh PT Asian Agri Group ?
3.Bagaimana Awal Mula Kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan Oleh PT
   Asian  Agri Group hingga  Bisa  Terbongkar dan Diketahui Oleh Negara ?
4.Jenis Pajak Apa Sajakah yang di Gelapkan Oleh PT.Asian Agri Group ?
5.Mengapa Perlindungan Saksi Menjadi Permasalahan yang lemah dalam kasus
   PT.Asian Agri Group ?
6.Apa yang dimaksud dengan penyelesaian kasus Pajak  PT.Asian Agri Group
   Melalui Celah Keluar Pengadilan ?













BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.


Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.
Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap layering, lihat: Yunus Hussein, 2007). Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya uang halal.

Berujung di Pengadilan
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.












BAB IV
KESIMPULAN

kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar, sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka. Dugaan penggelapan pajak itu bukannya mengada-ada. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan hina anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana pajak. Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.